Siapa yang tak mengenal dengan tanaman sawi? Tanaman sawi (caisim) dengan nama ilmiah Brassica sinensis L. merupakan jenis tanaman sayur mayur (holtikultura) yang telah banyak ditanam oleh masyarakat petani baik di mancanegara maupun di Indonesia itu sendiri. Proses penanaman dan perawatan yang sangat mudah sehingga pertanian sawi lebih mudah dijangkau oleh masyarakat kecil, kelas menengah ke bawah. Prospek pertanian sawi cukup cerah di pasaran, sebab sawi hampir setiap hari selalu dicari konsumen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sawi banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Sawi seringkali dijadikan primadona dalam menu kuliner seperti dijadikan capcai sawi, lodeh sawi, sawi tumis, semur sawi, bakwan yang terbuat dari sayur mayur sawi, bahkan ditambahkan pada beberapa makanan jenis sup. Selain itu, tanaman sawi segar juga dapat dijadikan sebagai makan hewan peliharaan seperti marmut, kelinci, atau hamster yang lucu-lucu. Dalam dunia kedokteran (medis) mengonsumsi sawi sangat baik untuk kesehatan dan kecantikan. Sawi mengandung vitamin C dan A yang bertugas sebagai antioksidan di dalam tubuh untuk menangkal radikal bebas di udara baik yang berasal dari polusi maupun residu asap-asap kendaraan bermotor, dan lainnya. Bagi penderita usus buntu, konsumsi sayur sawi sangat baik sebagai sayur yang rendah kalori dan berserat tinggi sehingga dapat melancarkan buang air besar dan mempercepat proses penyembuhan luka setelah operasi.
Tanaman sawi mampu beradaptasi dengan berbagai jenis kondisi iklim dan anomali cuaca, akan tetapi penanaman sawi yang baik sebaiknya dilakukan pada daerah beriklim kering dengan penyinaran cahaya matahari yang cukup, dengan suhu optimum 22 - 28 derajat celcius. Sementara itu, ketinggian lahan paling cocok di atas 0 - 700 meter di bawah permukaan air laut. Kelembaban udara ideal untuk kecocokan tumbuh kembang tanaman sawi adalah kisaran 78-80%, curah hujan 800 mm/tahun. Banyak masyarakat petani baik di desa maupun di kota yang menanam sawi di lahan terbuka atau secara vertikultur menggunakan PVC atau paralon besar. Hasil yang didapat secara vertikultur tentu cukup bagus dan tak jauh berbeda dengan sawi yang ditanam pada lahan terbuka seperti di sawah, kebun, maupun daerah-daerah bertekstur tanah gambut berawa.
Budidaya dan menanam sawi dapat dilakukan baik itu di daerah berdataran tinggi maupun daerah di dataran rendah. Akan tetapi, kunci yang paling menentukan apakah hasil pertanian sawi akan sukses atau tidaknya tergantung dari niat, serta ketepatan petani dari segi teknik penanaman dan perawatannya. Jika perawatan yang dilakukan petani/penggemar pekebunan tidak intensif dan telaten, maka kemungkinan besar datangnya hama dan penyakit pada tanaman sawi mungkin saja akan terjadi, sehingga patokan dalam sukses budidaya sawi adalah tak boleh lelah dalam proses penanaman, perawatan, hingga kepada kegiatan pemanenan.
Tanaman sawi jauh lebih baik apabila ditanam pada jenis tanah gambut-berawa kering, lempung berpasir, tanah humus gembur dan kaya akan unsur hara organik yang dibutuhkan bagi tanaman, tanah grumosol, andosol, serta tanah jenis aluvial. Tanaman sawi juga cocok ditanam pada pada tekstur tanah jenis tanah liat berkadar rendah dengan pH (tingkat keasaman tanah 6-7).
Mengenal Karakteristik Tanaman Sawi
Tanaman sawi memiliki ciri/karakteristik yakni berakar serabut, daunnya menjuntai seperti ordeng, daun berwarna hijau muda atau hijau tua, pertulangan daunnya tidak teratur, batangnya herba dengan warna hijau keputihan (mengandung air setidaknya 45%), sawi mempunyai bunga berbentuk malai dengan bulir-bulir (polen) benang sarinya berwarna kuning, bunganya majemuk, termasuk bunga tidak sempurna, tanaman sawi yang sudah tua dan siap panen biasanya memiliki ciri bagian pertulangan daunnya sudah melebar dengan daunnya sudah memiliki lebar 10 - 15 cm. Pemberian air yang cukup terhadap tanaman ini tentu akan memicu laju petumbuhan batang dan daunnya secara cepat, sehingga akan mempercepat juga waktu pemanenan.
Cara Menanam Sawi Organik
Seperti pada tanaman umumnya, untuk memperoleh prospek hasil budidaya sawi organik secara melimpah, maka para penggiat tanaman holtikultura harus memperhatikan prosedur dan langkah-langkah yang tepat untuk menanam dan merawat tanaman sawi tersebut, yakni meliputi proses penyiapan dan pemilihan benih sawi unggul tahan penyakit, pengelolaan lahan tanam sawi, penanaman sawi, proses perawatan, pengendalian hama dan penyakit pada tanaman sawi itu sendiri, hingga pada tahap kegiatan panen, pascapanen, dan pemasaran hasil panen.
1. Penyiapan dan Penyemaian Benih Sawi Unggul
Benih sawi (caisim) diperbanyak secara generatif dari tanaman sawi yang tua menghasilkan bunga dan biji. Untuk mendapatkan benih ini, tanaman sawi dibiarkan sampai umur 70 hari. Barulah setelah itu, biji caisim dapat langsung dipanen. Setelah dipanen, biji caisim segera dijemur. Apabila penjemuran bibit pada terik matahari yang terlalu terik, sebaiknya penjemuran dapat dilakukan hanya cukup 1-3 hari saja. Biji yang telah dijemur selanjutnya disimpan pada botol-botol kaca (botol bekas minuman yang terbuat dari kaca). Jika penyimpanan benih dilakukan secara baik, serta terhindar dari tempat yang lembab, maka masa dormansi biji akan semakin bagus dan benih mampu bertahan disimpan selama 3 tahun.
Cara penyimpanan bibit sawi yang bagus adalah disimpan pada botol kaca, caranya bersihkan botol kaca dari bakteri dan jamur dengan cara merendam/merebus botol kaca tersebut pada air panas dengan suhu di atas 100 derajat celcius. Kemudian keringkan dan dinginkan botol, selanjutnya jika botol sudah kering, selanjutnya memasukkan biji-biji yang telah kering tersebut sampai pada leher botol, kemudian tutup botol dengan abu halus. Abu halus ini berfungsi untuk menyerap uap air sehingga kelembaban udara di dalam botol dapat terjaga dengan baik meskipun pada tahap kelembaban yang lebih rendah.
Benih caisim (sawi) juga dapat dibeli langsung di toko tanaman holtikultur. Sebaiknya saat membeli benih sebaiknya memperhatikan kemasan dan memastikan bahwa bibit sawi tahan terhadap penyakit, serta sesuaikan juga pembelian bibit dengan luas lahan yang hendak ditanam. Tujuan pembelian bibit yang tahan terhadap penyakit yakni untuk mencegah kemungkinan besar organ tanaman akan menjadi serangan serius bagi hama dan penyakit tanaman yang umum terjadi pada sawi tersebut.
Sebelum ditanam massal di lahan terbuka, maka sebaiknya bibit sawi disemai terlebih dahulu. Cara penyemaian bibit sawi adalah pertama-tama merendam bibit ke dalam air selama 2-4 jam. Setelah itu angkat bibit, kemudian tebarkan bibit di atas media semai yang telah disediakan. Sebaiknya media semai dapat dibuat dalam bentuk bedengan berbentuk persegi dengan ukuran 2 m x 2 m (atau disesuaikan dengan kebutuhan lahan), dan pastikan juga lahan semai selalu terlindungi dari hujan (beri atap di atasnya), berikan pula penyinaran cahaya matahari yang cukup. Media semai terdiri atas campuran antara pupuk kandang/kompos dengan tanah. Setelah bibit disemai pada lahan semai, selanjutnya lahan penyemaian bibit tersebut ditutup dengan jerami kering hingga tunas-tunas sawi muda muncul pada kisaran umur 2 - 3 hari. Setelah bibit menghasilkan tunas produktif, langkah berikutnya adalah menyingkirkan jerami tersebut, dan biarkan bibit sawi tumbuh hingga 2 - 3 minggu, lalu setelah itu pindahkan ke lahan terbuka untuk ditanam. Selama kegiatan penyemaian sebaiknya penggiat tanaman melakukan pengontrolan rutin terhadap kelembaban media tanam, jumlah kecukupan intensitas cahaya, serta melakukan pula kegiatan penyiraman secara tepat (2 kali dalam sehari). Penyiraman (penambahan air) yang teratur akan mempercepat dalam proses perkecambahan biji, sehingga akan muncul tunas-tunas muda pada biji yang siap menjadi tanaman dewasa.
2. Pengelolaan Lahan dan Penanaman Sawi Secara Organik
Langkah awal dalam pengelolaan lahan tanam sawi adalah membajak atau mencangkul lahan hingga tanahnya menjadi gembur. Selanjutnya membuat bedengan dengan lebar 1 meter dan tinggi 20 - 25 cm, sementara untuk panjang bedengan disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Campurkan pupuk dasar (pupuk kandang/kompos) di atas bedengan, aduk hingga merata. Untuk lahan seluas 1 hektar biasanya menggunakan pupuk dasar tersebut sebanyak 20 ton/ha lahan, yakni menggunakan pupuk dasar dari kotoran hewan ternak yang telah dikeringkan sebelumnya (kotoran ayam, kotoran itik, pupuk kotoran kerbau/sapi yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan, atau menggunakan pupuk kompos yang telah matang). Kemudian terakhir adalah mendiamkan lahan selama 2 - 4 hari.
Setelah bedengan siap digunakan, selanjutnya mengambil beberapa bibit caisim yang telah disemaikan sebelumnya. Sebaiknya bibit semai yang hendak ditanam sudah memiliki daun setidaknya 3 - 4 helai. Tanamlah bibit caisim di atas bedengan dengan jarak tanam 10 x 15 cm. Setelah tanam bibit, selanjutnya siram bibit tanam tersebut untuk menjaga kelembaban.
3. Perawatan Budidaya Sawi Secara Organik
Perawatan dasar yang harus diperhatikan dalam budidaya menanam sawi dari biji secara organik adalah penyiraman. Siramlah tanaman sawi pada saat musim kemarau yakni pada waktu pagi dan sore hari, sementara itu pada waktu sinar matahari tidak terlalu terik, penyiraman tanaman sawi dapat dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari saja.
Penjarangan dan penyulaman. Penjarangan dilakukan jika tanaman tumbuh terlalu rapat, sehingga perlu memindahkan, merapihkan tanaman sawi agar tumbuh serentak. Penjarangan bertujuan untuk memaksimalkan proses pertumbuhan tanaman satu dengan tanaman lain, dengan cara membuat jarak tanam yang tepat sehingga antara tanaman satu dengan yang lainnya tidak ada yang merasa dirugikan. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman sawi yang mati atau layu, atau pertumbuhannya terhambat karena terserang hama maupun penyakit pada tanaman sawi. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang rusak/mati tersebut dengan tanaman hasil penyemaian sebelumnya.
Penyiangan, adalah tahap perawatan dimana mengoret atau mencabut gulma (rumput-rumput liar) yang menghiasi bedengan. Tanpa dikoret/dibuang, maka secara tidak langsung gulma akan mengambil nutrisi penting yang seharusnya dibutuhkan bagi tanaman sawi untuk tumbuh dan berkembang. Para petani biasanya melakukan penyiangan lahan tanam sawi sebanyak 2 - 4 kali selama masa tanam sawi mulai dari awal tanam. Pengontrolan lahan dan penyiangan dilakukan setidaknya satu minggu sejak tanaman sawi dipindahkan dari tempat penyemaian.
4. Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Pengontrolan tanaman sawi agar tetap sehat dan terhindar dari banyaknya hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut adalah kunci sukses untuk memperoleh hasil pertanian sawi yang berkualitas tinggi. Ciri dari suksesnya budidaya tanaman sawi adalah minimnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Sebagai alternatif cara untuk mencegah tanaman dari gangguan penyakit dan hama tentu kuncinya adalah proses pemupukan dan penyiraman yang teratur, memantau laju pertumbuhan tanaman setiap minggunya, dan membuang/membasmi hama maupun penyakit yang menggangu tanaman.
Jenis hama yang seringkali menyerang tanaman sawi baik di ladang, perkebunan, maupun sawah adalah jenis walang sangit, wereng cokelat, kutu daun, serta ulat grayak cokelat yang menyebabkan daun menjadi berlubang-lubang (bopeng). Terkadang jenis hama-hama tersebut acapkali memakan bagian batang tanaman sehingga batang sawi sering rusak akibat dimakannya. Hama lain yang sering menyerang adalah jenis hewan herbivora pemakan daun, yakni tak dipungkiri jika penanaman dekat dengan tempat pengembalaan sapi atau kambing dan ternak lain, acapkali pertanian merasa dirugikan karena seringkali perkebunan sawinya dimakan oleh hewan-hewan ternak tersebut, sehingga langkah yang tepat dalam budidaya sawi juga harus mengetahui persis keamanan sosial di sekitar tempat budidaya sawi.
Adapun jenis penyakit yang seringkali menyerang perkebunan sawi antara lain bercak daun, busuk basah, penyakit embun tepung yang menyebabkan batang dan akar tanaman menjadi berwarna putih menebal, penyakit rebah semai, virus mosaik, serta busuk akar.
Petani dapat melakukan penanganan apabila tanaman sawi mereka terserang oleh hama dan penyakit yakni dengan cara membuat larutan nabati yang terbuat dari kipait dan gadung yang dicampur dengan sabun colek atau dengan putih telur sebagai perekatnya. Larutan nabati yang telah dibuat tersebut kemudian diencerkan dan disemprotkan pada tanaman secukupnya. Biasanya larutan nabati ini hanya mengusir hama dan penyakit sementara saja.
Penanganan selanjutnya dapat ditempuh dengan melakukan penyiraman dan pemupukan secara teratur. Penyiraman secara teratur bertujuan untuk mengusir telur walang sangit dan telur kutu agar hanyut terbawa air. Hal yang paling terpenting adalah bagaimana petani mampu menjaga agar tanaman tetap tumbuh subur yakni dengan memberi pupuk kandang secara tepat supaya nutrisi (makanan) yang diberikan kepada tumbuhan tercukupi secara baik, sehingga tanaman akan memiliki daya tahan tubuh terhadap penyakit./virus yang menyerang. Kuncinya adalah dengan menyediakan bahan atau unsur hara organik yang cukup di dalam tanah.
5. Kegiatan Panen, Pascapanen, dan Pemasaran
Budidaya caisim (sawi) dapat dipanen sejak 20 hari atau setidaknya 40 hari lebih awal sejak tanam awal. Dalam sekali panen caisim/sawi organik mampu menghasilkan 20 ton per hektar lahan tanam. Pemanenan sayur mayur organik sawi ini dilakukan dengan cara mencabut tanaman bersama akarnya. Kemudian memasukkan tanaman sawi yang telah dipanen menggunakan bakul-bakul yang terbuat dari anyaman bambu tipis. Sebaiknya hindari penggunaan karung goni untuk tujuan pengangkutan hasil panen sawi karena dikhawatirkan akan mampu merusak struktur organ luar tanam, membuat batang menjadi rusak/patah, daunnya menjadi robek. Akar-akar sawi yang terdapat tanah kemudian dibersihkan hingga pada daunnya. Setelah itu, sawi diangin-keringkan sebelum dijual di pasaran.
Sawi yang hendak dijual di pasaran biasanya dijual dalam bentuk ikat-ikatan. Dalam satu ikat sawi yang setidaknya berisi 5 - 6 batang, diberikan harga yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia. Sebagai contoh, harga sayur mayur sawi perikatnya di daerah kota Bandarlampung biasanya diberikan harga kisaran Rp. 4000,00,- sampai dengan Rp.5.000,00,-.
Demikian info pertanian yang membahas tentang: "Budidaya SAWI Dari Biji Secara Organik Agar Menguntungkan dan Tahan Terhadap Penyakit". Apabila Anda berniat ingin membudidaya tanaman sawi holtikultura di halaman rumah dan lahan-lahan perkebunan, sawah, Anda dapat mengikuti tatacara penanaman sawi organik seperti yang dijelaskan pada ulasan di atas. Ayo menanam sawi, dan mari hijaukan lahan di sekitar tempat tinggal kita dengan bermacam ragam tanaman sayur mayur maupun buah. Salam budidaya pertanian, Merdekalah petani negeriku, Indonesia.
Sawi banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Sawi seringkali dijadikan primadona dalam menu kuliner seperti dijadikan capcai sawi, lodeh sawi, sawi tumis, semur sawi, bakwan yang terbuat dari sayur mayur sawi, bahkan ditambahkan pada beberapa makanan jenis sup. Selain itu, tanaman sawi segar juga dapat dijadikan sebagai makan hewan peliharaan seperti marmut, kelinci, atau hamster yang lucu-lucu. Dalam dunia kedokteran (medis) mengonsumsi sawi sangat baik untuk kesehatan dan kecantikan. Sawi mengandung vitamin C dan A yang bertugas sebagai antioksidan di dalam tubuh untuk menangkal radikal bebas di udara baik yang berasal dari polusi maupun residu asap-asap kendaraan bermotor, dan lainnya. Bagi penderita usus buntu, konsumsi sayur sawi sangat baik sebagai sayur yang rendah kalori dan berserat tinggi sehingga dapat melancarkan buang air besar dan mempercepat proses penyembuhan luka setelah operasi.
Sawi Organik, Foto Original Oleh: guruilmuan.blogspot.co.id |
Tanaman sawi mampu beradaptasi dengan berbagai jenis kondisi iklim dan anomali cuaca, akan tetapi penanaman sawi yang baik sebaiknya dilakukan pada daerah beriklim kering dengan penyinaran cahaya matahari yang cukup, dengan suhu optimum 22 - 28 derajat celcius. Sementara itu, ketinggian lahan paling cocok di atas 0 - 700 meter di bawah permukaan air laut. Kelembaban udara ideal untuk kecocokan tumbuh kembang tanaman sawi adalah kisaran 78-80%, curah hujan 800 mm/tahun. Banyak masyarakat petani baik di desa maupun di kota yang menanam sawi di lahan terbuka atau secara vertikultur menggunakan PVC atau paralon besar. Hasil yang didapat secara vertikultur tentu cukup bagus dan tak jauh berbeda dengan sawi yang ditanam pada lahan terbuka seperti di sawah, kebun, maupun daerah-daerah bertekstur tanah gambut berawa.
Budidaya dan menanam sawi dapat dilakukan baik itu di daerah berdataran tinggi maupun daerah di dataran rendah. Akan tetapi, kunci yang paling menentukan apakah hasil pertanian sawi akan sukses atau tidaknya tergantung dari niat, serta ketepatan petani dari segi teknik penanaman dan perawatannya. Jika perawatan yang dilakukan petani/penggemar pekebunan tidak intensif dan telaten, maka kemungkinan besar datangnya hama dan penyakit pada tanaman sawi mungkin saja akan terjadi, sehingga patokan dalam sukses budidaya sawi adalah tak boleh lelah dalam proses penanaman, perawatan, hingga kepada kegiatan pemanenan.
Tanaman sawi jauh lebih baik apabila ditanam pada jenis tanah gambut-berawa kering, lempung berpasir, tanah humus gembur dan kaya akan unsur hara organik yang dibutuhkan bagi tanaman, tanah grumosol, andosol, serta tanah jenis aluvial. Tanaman sawi juga cocok ditanam pada pada tekstur tanah jenis tanah liat berkadar rendah dengan pH (tingkat keasaman tanah 6-7).
Mengenal Karakteristik Tanaman Sawi
Tanaman sawi memiliki ciri/karakteristik yakni berakar serabut, daunnya menjuntai seperti ordeng, daun berwarna hijau muda atau hijau tua, pertulangan daunnya tidak teratur, batangnya herba dengan warna hijau keputihan (mengandung air setidaknya 45%), sawi mempunyai bunga berbentuk malai dengan bulir-bulir (polen) benang sarinya berwarna kuning, bunganya majemuk, termasuk bunga tidak sempurna, tanaman sawi yang sudah tua dan siap panen biasanya memiliki ciri bagian pertulangan daunnya sudah melebar dengan daunnya sudah memiliki lebar 10 - 15 cm. Pemberian air yang cukup terhadap tanaman ini tentu akan memicu laju petumbuhan batang dan daunnya secara cepat, sehingga akan mempercepat juga waktu pemanenan.
Cara Menanam Sawi Organik
Seperti pada tanaman umumnya, untuk memperoleh prospek hasil budidaya sawi organik secara melimpah, maka para penggiat tanaman holtikultura harus memperhatikan prosedur dan langkah-langkah yang tepat untuk menanam dan merawat tanaman sawi tersebut, yakni meliputi proses penyiapan dan pemilihan benih sawi unggul tahan penyakit, pengelolaan lahan tanam sawi, penanaman sawi, proses perawatan, pengendalian hama dan penyakit pada tanaman sawi itu sendiri, hingga pada tahap kegiatan panen, pascapanen, dan pemasaran hasil panen.
1. Penyiapan dan Penyemaian Benih Sawi Unggul
Benih sawi (caisim) diperbanyak secara generatif dari tanaman sawi yang tua menghasilkan bunga dan biji. Untuk mendapatkan benih ini, tanaman sawi dibiarkan sampai umur 70 hari. Barulah setelah itu, biji caisim dapat langsung dipanen. Setelah dipanen, biji caisim segera dijemur. Apabila penjemuran bibit pada terik matahari yang terlalu terik, sebaiknya penjemuran dapat dilakukan hanya cukup 1-3 hari saja. Biji yang telah dijemur selanjutnya disimpan pada botol-botol kaca (botol bekas minuman yang terbuat dari kaca). Jika penyimpanan benih dilakukan secara baik, serta terhindar dari tempat yang lembab, maka masa dormansi biji akan semakin bagus dan benih mampu bertahan disimpan selama 3 tahun.
Cara penyimpanan bibit sawi yang bagus adalah disimpan pada botol kaca, caranya bersihkan botol kaca dari bakteri dan jamur dengan cara merendam/merebus botol kaca tersebut pada air panas dengan suhu di atas 100 derajat celcius. Kemudian keringkan dan dinginkan botol, selanjutnya jika botol sudah kering, selanjutnya memasukkan biji-biji yang telah kering tersebut sampai pada leher botol, kemudian tutup botol dengan abu halus. Abu halus ini berfungsi untuk menyerap uap air sehingga kelembaban udara di dalam botol dapat terjaga dengan baik meskipun pada tahap kelembaban yang lebih rendah.
Benih caisim (sawi) juga dapat dibeli langsung di toko tanaman holtikultur. Sebaiknya saat membeli benih sebaiknya memperhatikan kemasan dan memastikan bahwa bibit sawi tahan terhadap penyakit, serta sesuaikan juga pembelian bibit dengan luas lahan yang hendak ditanam. Tujuan pembelian bibit yang tahan terhadap penyakit yakni untuk mencegah kemungkinan besar organ tanaman akan menjadi serangan serius bagi hama dan penyakit tanaman yang umum terjadi pada sawi tersebut.
Sebelum ditanam massal di lahan terbuka, maka sebaiknya bibit sawi disemai terlebih dahulu. Cara penyemaian bibit sawi adalah pertama-tama merendam bibit ke dalam air selama 2-4 jam. Setelah itu angkat bibit, kemudian tebarkan bibit di atas media semai yang telah disediakan. Sebaiknya media semai dapat dibuat dalam bentuk bedengan berbentuk persegi dengan ukuran 2 m x 2 m (atau disesuaikan dengan kebutuhan lahan), dan pastikan juga lahan semai selalu terlindungi dari hujan (beri atap di atasnya), berikan pula penyinaran cahaya matahari yang cukup. Media semai terdiri atas campuran antara pupuk kandang/kompos dengan tanah. Setelah bibit disemai pada lahan semai, selanjutnya lahan penyemaian bibit tersebut ditutup dengan jerami kering hingga tunas-tunas sawi muda muncul pada kisaran umur 2 - 3 hari. Setelah bibit menghasilkan tunas produktif, langkah berikutnya adalah menyingkirkan jerami tersebut, dan biarkan bibit sawi tumbuh hingga 2 - 3 minggu, lalu setelah itu pindahkan ke lahan terbuka untuk ditanam. Selama kegiatan penyemaian sebaiknya penggiat tanaman melakukan pengontrolan rutin terhadap kelembaban media tanam, jumlah kecukupan intensitas cahaya, serta melakukan pula kegiatan penyiraman secara tepat (2 kali dalam sehari). Penyiraman (penambahan air) yang teratur akan mempercepat dalam proses perkecambahan biji, sehingga akan muncul tunas-tunas muda pada biji yang siap menjadi tanaman dewasa.
2. Pengelolaan Lahan dan Penanaman Sawi Secara Organik
Langkah awal dalam pengelolaan lahan tanam sawi adalah membajak atau mencangkul lahan hingga tanahnya menjadi gembur. Selanjutnya membuat bedengan dengan lebar 1 meter dan tinggi 20 - 25 cm, sementara untuk panjang bedengan disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Campurkan pupuk dasar (pupuk kandang/kompos) di atas bedengan, aduk hingga merata. Untuk lahan seluas 1 hektar biasanya menggunakan pupuk dasar tersebut sebanyak 20 ton/ha lahan, yakni menggunakan pupuk dasar dari kotoran hewan ternak yang telah dikeringkan sebelumnya (kotoran ayam, kotoran itik, pupuk kotoran kerbau/sapi yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan, atau menggunakan pupuk kompos yang telah matang). Kemudian terakhir adalah mendiamkan lahan selama 2 - 4 hari.
Setelah bedengan siap digunakan, selanjutnya mengambil beberapa bibit caisim yang telah disemaikan sebelumnya. Sebaiknya bibit semai yang hendak ditanam sudah memiliki daun setidaknya 3 - 4 helai. Tanamlah bibit caisim di atas bedengan dengan jarak tanam 10 x 15 cm. Setelah tanam bibit, selanjutnya siram bibit tanam tersebut untuk menjaga kelembaban.
3. Perawatan Budidaya Sawi Secara Organik
Perawatan dasar yang harus diperhatikan dalam budidaya menanam sawi dari biji secara organik adalah penyiraman. Siramlah tanaman sawi pada saat musim kemarau yakni pada waktu pagi dan sore hari, sementara itu pada waktu sinar matahari tidak terlalu terik, penyiraman tanaman sawi dapat dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari saja.
Penjarangan dan penyulaman. Penjarangan dilakukan jika tanaman tumbuh terlalu rapat, sehingga perlu memindahkan, merapihkan tanaman sawi agar tumbuh serentak. Penjarangan bertujuan untuk memaksimalkan proses pertumbuhan tanaman satu dengan tanaman lain, dengan cara membuat jarak tanam yang tepat sehingga antara tanaman satu dengan yang lainnya tidak ada yang merasa dirugikan. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman sawi yang mati atau layu, atau pertumbuhannya terhambat karena terserang hama maupun penyakit pada tanaman sawi. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang rusak/mati tersebut dengan tanaman hasil penyemaian sebelumnya.
Penyiangan, adalah tahap perawatan dimana mengoret atau mencabut gulma (rumput-rumput liar) yang menghiasi bedengan. Tanpa dikoret/dibuang, maka secara tidak langsung gulma akan mengambil nutrisi penting yang seharusnya dibutuhkan bagi tanaman sawi untuk tumbuh dan berkembang. Para petani biasanya melakukan penyiangan lahan tanam sawi sebanyak 2 - 4 kali selama masa tanam sawi mulai dari awal tanam. Pengontrolan lahan dan penyiangan dilakukan setidaknya satu minggu sejak tanaman sawi dipindahkan dari tempat penyemaian.
4. Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Pengontrolan tanaman sawi agar tetap sehat dan terhindar dari banyaknya hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut adalah kunci sukses untuk memperoleh hasil pertanian sawi yang berkualitas tinggi. Ciri dari suksesnya budidaya tanaman sawi adalah minimnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Sebagai alternatif cara untuk mencegah tanaman dari gangguan penyakit dan hama tentu kuncinya adalah proses pemupukan dan penyiraman yang teratur, memantau laju pertumbuhan tanaman setiap minggunya, dan membuang/membasmi hama maupun penyakit yang menggangu tanaman.
Jenis hama yang seringkali menyerang tanaman sawi baik di ladang, perkebunan, maupun sawah adalah jenis walang sangit, wereng cokelat, kutu daun, serta ulat grayak cokelat yang menyebabkan daun menjadi berlubang-lubang (bopeng). Terkadang jenis hama-hama tersebut acapkali memakan bagian batang tanaman sehingga batang sawi sering rusak akibat dimakannya. Hama lain yang sering menyerang adalah jenis hewan herbivora pemakan daun, yakni tak dipungkiri jika penanaman dekat dengan tempat pengembalaan sapi atau kambing dan ternak lain, acapkali pertanian merasa dirugikan karena seringkali perkebunan sawinya dimakan oleh hewan-hewan ternak tersebut, sehingga langkah yang tepat dalam budidaya sawi juga harus mengetahui persis keamanan sosial di sekitar tempat budidaya sawi.
Adapun jenis penyakit yang seringkali menyerang perkebunan sawi antara lain bercak daun, busuk basah, penyakit embun tepung yang menyebabkan batang dan akar tanaman menjadi berwarna putih menebal, penyakit rebah semai, virus mosaik, serta busuk akar.
Petani dapat melakukan penanganan apabila tanaman sawi mereka terserang oleh hama dan penyakit yakni dengan cara membuat larutan nabati yang terbuat dari kipait dan gadung yang dicampur dengan sabun colek atau dengan putih telur sebagai perekatnya. Larutan nabati yang telah dibuat tersebut kemudian diencerkan dan disemprotkan pada tanaman secukupnya. Biasanya larutan nabati ini hanya mengusir hama dan penyakit sementara saja.
Penanganan selanjutnya dapat ditempuh dengan melakukan penyiraman dan pemupukan secara teratur. Penyiraman secara teratur bertujuan untuk mengusir telur walang sangit dan telur kutu agar hanyut terbawa air. Hal yang paling terpenting adalah bagaimana petani mampu menjaga agar tanaman tetap tumbuh subur yakni dengan memberi pupuk kandang secara tepat supaya nutrisi (makanan) yang diberikan kepada tumbuhan tercukupi secara baik, sehingga tanaman akan memiliki daya tahan tubuh terhadap penyakit./virus yang menyerang. Kuncinya adalah dengan menyediakan bahan atau unsur hara organik yang cukup di dalam tanah.
5. Kegiatan Panen, Pascapanen, dan Pemasaran
Budidaya caisim (sawi) dapat dipanen sejak 20 hari atau setidaknya 40 hari lebih awal sejak tanam awal. Dalam sekali panen caisim/sawi organik mampu menghasilkan 20 ton per hektar lahan tanam. Pemanenan sayur mayur organik sawi ini dilakukan dengan cara mencabut tanaman bersama akarnya. Kemudian memasukkan tanaman sawi yang telah dipanen menggunakan bakul-bakul yang terbuat dari anyaman bambu tipis. Sebaiknya hindari penggunaan karung goni untuk tujuan pengangkutan hasil panen sawi karena dikhawatirkan akan mampu merusak struktur organ luar tanam, membuat batang menjadi rusak/patah, daunnya menjadi robek. Akar-akar sawi yang terdapat tanah kemudian dibersihkan hingga pada daunnya. Setelah itu, sawi diangin-keringkan sebelum dijual di pasaran.
Sawi Siap Dijual (Sudah Diikat-Ikat), Foto Asli Oleh: guruilmuan.blogspot.co.id |
Sawi yang hendak dijual di pasaran biasanya dijual dalam bentuk ikat-ikatan. Dalam satu ikat sawi yang setidaknya berisi 5 - 6 batang, diberikan harga yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia. Sebagai contoh, harga sayur mayur sawi perikatnya di daerah kota Bandarlampung biasanya diberikan harga kisaran Rp. 4000,00,- sampai dengan Rp.5.000,00,-.
Demikian info pertanian yang membahas tentang: "Budidaya SAWI Dari Biji Secara Organik Agar Menguntungkan dan Tahan Terhadap Penyakit". Apabila Anda berniat ingin membudidaya tanaman sawi holtikultura di halaman rumah dan lahan-lahan perkebunan, sawah, Anda dapat mengikuti tatacara penanaman sawi organik seperti yang dijelaskan pada ulasan di atas. Ayo menanam sawi, dan mari hijaukan lahan di sekitar tempat tinggal kita dengan bermacam ragam tanaman sayur mayur maupun buah. Salam budidaya pertanian, Merdekalah petani negeriku, Indonesia.
Budidaya SAWI Dari Biji Secara Organik Agar Menguntungkan dan Tahan Terhadap Penyakit
4/
5
Oleh
Wahid Priyono
2 komentar
ijin copas ya... :D
ReplyHallo sobat Himadata Brawijaya. Silakan dicopas, tapi jangan lupa untuk mencantumkan sumber URL aktif website dan nama penulisnya. Semoga artikel di atas membantu anda, dkk. Terimakasih.
Reply