Reboisasi merupakan istilah yang digunakan untuk memberi konotasi bermakna "penghijauan". Dalam hal ini penghijauan yang dimaksudkan yakni penghijauan lahan pertanian maupun lahan yang kosong, tandus, dan kurang difungsikan, baik itu pada lahan-lahan di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Adanya reboisasi lahan tentu akan menjadi hal yang sangat positif untuk membuat keberlangsungan keanekaragaman hayati terutama tumbuhan dapat hidup optimal di bumi, sehingga perananannya sebagai makhluk hidup autotrof mampu memberi sumbangsih kepada makhluk hidup lainnya. Reboisasi tidak hanya dilakukan di hutan-hutan yang gundul saja, akan tetapi dapat dilakukan di daerah-daerah yang memiliki lahan gersang, tandus, dan memiliki tekstur tanah kurang subur.
Lahan-lahan perkebunan yang ada di daerah desa umumnya hanya ditanami jenis tanaman-tanaman dikotil tanpa diimbangi dengan penanaman jenis tumbuh-tumbuhan monokotil. Dimana tumbuhan dikotil ini sangat mendominasi, sehingga kehijauan suatu lahan pada suatu wilayah tersebut hanya didominasi oleh tumbuhan-tumbuhan dengan perawakan tinggi seperti jati, sengon, mangga, nangka, kopi, kakao, dan lainnya. Padahal, tanaman monokotil (berakar serabut) seharusnya mampu mengimbangi komposisi lahan yang ada sehingga akan membuat lahan di daerah tersebut semakin hijau. Misalnya, penanaman tumbuhan holtikultura monokotil seperti bayam, kangkung, sawi, lada, tomat, serta tumbuhan herbal seperti kencur, kemangi, laos, kunyit, meniran, ciplukan justru ini akan jauh lebih baik, sehingga lahan yang kosong dapat dioptimalkan dengan baik.
Support (dukungan) untuk reboisasi pengelolaan lahan perkebunan di kota dan desa semestinya sudah harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dari tiap-tiap individu. Berikut ini ada 6 hal-hal yang semestinya harus dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dalam mendukung konsepsi pola reboisasi pengelolaan lahan perkebunan baik itu di kota maupun di desa.
1. Pola Reklamasi Lahan
Menurut pengertiannya secara tata bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata bahasa inggris, yakni "to reclaim", yang artinya memperbaiki sesuatu hal yang telah rusak. Secara spesifik dalam kamus bahasa Inggris - Indonesia, disebutkan bahwa arti kata reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea). Metode reklamasi merupakan cara atau upaya yang dilakukan oleh manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan. Reklamasi pengelolaan lahan (reboisasi) bertujuan untuk meningkatkan sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase ( UU nomor 27 tahun 2007).
Pada dasarnya reklamasi bertujuan untuk mengeringkan lahan yang telah berair kemudian dialihfungsikan menjadi lahan yang lebih produktif seperti dijadikan area perkebunan, lahan pertanian, dan yang lainnya. Reklamasi tidak hanya sebatas dilakukan pada daerah-daerah pantai, danau, aliran bekas waduk/sungai, sawah saja, akan tetapi bagi daerah-daerah di pedesaan terutama yang berdekatan dengan area persawahan maupun rawa-rawa, metode reklamasi ini sangat tepat, tak terkecuali untuk daerah di perkotaan.
Daerah perkotaan juga dapat dijadikan tempat atau tujuan reklamasi yang dilakukan tidak hanya kepada pemerintah saja, akan tetapi penghuni rumah (keluarga) dapat memanfaatkan lahannya untuk direklamasi. Sebagai contoh, apabila di sekitaran rumah terdapat suatu lahan yang jika pada musim hujan selalu tergenangi air dan pada akhirnya becek, maka dapat dilakukan proses reklamasi kawasan perumahan baik di tingkat RT maupun tingkat kecamatan. Metode reklamasi ini sebenarnya mudah, jadi setelah lahan yang basah dialihfungsikan menjadi lahan kering, maka selanjutnya lahan tersebut dapat diolah kembali menjadi sesuatu hal yang lebih berdaya guna, misalnya dibuat daerah-daerah perkebunan untuk perumahan, pertanian dan yang lainnya.
Biasanya metode reklamasi ini akan jauh lebih menguntungkan apabila di dalamnya ditanami beberapa jenis tanaman holtikultura yang lebih bermanfaat, baik itu tanaman sayur maupun tanaman buah. Diperkotaan, lahan-lahan sempit di samping halaman rumah dapat dibuat metode reklamasi, dengan cara menggunakan teknik bertanam menggunakan sistem bedengan ataupun sistem guludan, atau menggunakan sistem pertanian vertikultur dan hidroponik yang menggunakan bahan-bahan bekas seperti botol minuman bekas, paralon, pot polybag, dan yang lainnya. Dengan cara ini program reboisasi lahan dapat terwujud, sebab lahanlahan perkebunan yang telah terisi beragam jenis tanaman dapat memberi dampak kehijauan lahan.
2. Pola Satu Rumah Satu Kebun
Barangkali di daerah tempat Anda tinggal ada program "satu rumah satu kebun", tapi sepertinya belum ada ya?. Nah, program atau metode satu rumah satu kebun ini ternyata dapat diterapkan di lingkungan daerah Anda, atau di lingkungan keluarga Anda sendiri. Jadi masing-masing kapala keluarga wajib memiliki kebun yang disediakan di halaman rumahnya (khusus di perkotaan). Tiap kebun yang disiapkan lalu diolah dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman rumahan, yang jika sewaktu-waktu akan membuat menu masakan (kuliner) dapat langsung memetik hasil dari lahan pertanian yang dikembangkannya, sehingga akan lebih menghemat uang untuk membeli sayur dan buah yang biasanya diperjualkan dengan harga cukup mahal.
Jika pihak keluarga tersebut mempunyai anak-anak yang sudah dewasa dan berkeluarga, atau yang masih mengikuti jenjang pendidikan, maka pihak kepala keluarga yang umurnya lebih tinggi senantiasa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mereka tentang pentingnya berkebun di sekitar rumah. Kepala keluarga (ibu dan ayah) yang memahami konsep metode satu rumah satu kebun ini harus melakukan sosialisasi tidak hanya sebatas pada anggota keluarganya saja, akan tetapi orang lain dan tetangga, rekan kantor, rekan kerja, dan yang lainnya juga wajib disosialisasikan.
Apabila mereka sudah paham tentang konsep metode satu rumah satu kebun ini, maka langkah berikutnya adalah melakukan implementasi (praktek langsung) dan memberikan contoh konkrit kepada mereka. Seorang ayah/ibu yang sudah paham tentang metode ini dapat mengajak anak-anaknya untuk gemar berkebun, didiklah mereka dengan cara mengajaknya berkebun di sekitar halaman rumah, misalnya ajak mereka untuk menanam tanaman holtikultura yang penting dibutuhkan dalam kebutuhan sehari-hari seperti tanaman lobak, cabai, sawi, kangkung, tomat, genjer, seledri, tanaman strawberry yang ditanam di dalam pot, bayam, markisa, dan yang lainnya. Dengan melakukan program pembelajaran langsung ke lapangan, maka anak akan jauh lebih menguasai tatacara bertanam, dan tentu si anak akan mempunyai pengalaman baru yang bermakna, semakin mencintai lingkungan hidup, dapat memberi edukasi kepada anak untuk lebih hobi menanam, serta kegiatan positif seperti ini akan menyenangkan bagi si anak tersebut dan bahkan akan dilanjutkannya sampai ke masa yang akan datang.
3. Pola Monokotil - Dikotil
Permasalahan yang seringkali terlihat di daerah perkotaan dan di pedesaan adalah masalah tentang lingkungan hidup, yakni pemanfaatan lahan perkebunan yang kurang memperhatikan komposisi jenis tanaman yang seharusnya ditanam pada lahan perkebunan itu sendiri. Banyak masyarakat petani yang tidak menyadari akan hal ini, dimana kebanyakan mereka hanya menanami lahan perkebunan yang kosong dengan beberapa jenis tumbuhan dikotil tanpa diimbangi dengan penanaman jenis tanaman monokotil. Sebagai contoh di daerah perkebunan warga yang tinggal di daerah pedesaan, dalam skala rumahan, kebanyakan dari mereka hanya lebih mengutamakan pola penanaman jenis tumbuhan berpostur tinggi yang berkayu (dikotil) seperti mangga, jeruk nipis, anggur, rambutan, jati, petai, dan lainnya, tanpa adanya penanaman tumbuhan monokotil yang sebagian besar adalah tanaman sayur (bayam, tomat, cabai, gambas/oyong, jagung, kedelai, kacang tanah, seledri, gambas/oyong, pare belut, pare pahit, dan lainnya) maupun ditanami buah-buahan.
Langkah yang paling tepat dalam bercocok tanam dalam dunia pertanian adalah menyatupadukan jenis tanaman monokotil dan dikotil yang ditanam pada suatu lahan perkebunan. Jadi intinya, setiap menanam puluhan tumbuhan monokotil, maka disitu juga harus ada tumbuhan dikotil yang ditanam, sehingga lahan yang ada semakin hijau dan menghasilkan produktivitas pertanian yang tinggi dan bermutu.
4. Metode/Pola Tumpangsari
Metode tumpangsari memang terbilang cukup bagus diterapkan untuk pola penanaman tanaman di daerah-daerah perkebunan skala kecil, menengah, atau dalam skala besar. Baik di daerah perkotaan yang lahannya sempit dan dipedesaan, kebutuhan suatu lahan untuk ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura memang terbilang sangat penting, yakni memanfaatkan lahan dengan metode tumpang sari. Metode tumpangsari yaitu metode penanaman dua atau lebih tanaman secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang relatif singkat pada sebidang lahan/tanah yang sama. Tumpang sari ini biasanya dilakukan dengan menanami berbagai jenis tanaman holtikultura secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tujuan dari tumpangsari adalah untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya, sehingga banyak ragam tanaman yang mengisi komposisi lahan sesuai yang diharapkan.
Pengaturan sifat perakaran tanaman juga sangat penting untuk mengindarkan persaingan unsur hara, air. Jadi, sistem perakaran yang dalam dapat ditumpangsarikan dengan tanaman yang memiliki akar dangkal. Tanaman monokotil biasanya memiliki sistem perakaran dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku, sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki sistem perakaran tunggang. Dalam pengaturan penanaman tanaman secara tumpangsari dilihat dari sifat perakarannya, maka dapat diberikan contoh seperti tanaman jagung ditumpangsarikan dengan tanaman jeruk manis dalam satu baris lahan, karena jagung berakar serabut, sementara tanaman jeruk manis berakar tunggang, maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Metode bertanam dengan tumpang sari dapat juga dilakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainnya, misalnya antara jagung dan kacang-kacangan. Jagung menghendaki unsur Nitrogen (N) yang tinggi, sedangkan jagung tanaman kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhannya karena sedikit terlindungi oleh jagung. Kekurangan nitrogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena tumbuhan kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas di lingkungan. (Dasar-Dasar Agronomi Edisi Revisi, Oleh: Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc., Tahun 2008, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta).
Metode tumpang sari sudah lama diterapkan dalam dunia pertanian baik di Nasional maupun skala Internasional. Indonesia sejak era kepemimpinan bapak Soeharto, waktu itu sistem pertanian secara tumpangsari ini telah mendongkrak hasil panen rakyat Indonesia dalam jumlah besar-besaran, serta meningkatkan devisa negara. Selain itu, para pakar pertanian, telah sepakat bahwa tumpangsari adalah salah satu alternatif cara untuk melakukan reboisasi lahan, baik untuk skala pendek atau jangka panjang.
5. Pola/Metode Hemat Lahan
Metode hemat lahan merupakan metode yang dilakukan untuk melakukan reboisasi melalui cara-cara sederhana, menggunakan perangkat teknologi pertanian modern maupun teknologi buatan, serta menjamin upaya untuk menghemat lahan semaksimal mungkin untuk ditanami berbagai jenis macam tanaman tanpa merusak struktur lahan. Metode hemat lahan ini dapat ditempuh melalui berbagai macam cara seperti dengan teknik vertikultur, teknik hidroponik, pertanian monokultur, dan yang lainnya. Metode hemat lahan paling cocok diterapkan di daerah-daerah kawasan perkotaan, sebab di daerah tersebut memiliki lahan yang cukup sempit. Di Jakarta dan Jepang, serta negara maju lahan pertanian bahkan semakin berkurang akibat adanya pengalihfungsian lahan menjadi gedung-gedung pencakar langit maupun daerah pemukiman dan jalan raya, sehingga banyak masyarakat disana yang mencoba melakukan teknik berkebun dengan sistem hemat lahan, baik itu secara vertikultur maupun secara hidroponik dan yang lainnya.
Pertanian hidroponik di daerah perkotaan, biasanya menanam jenis tanaman tertentu tanpa menggunakan tanah, artinya mereka menggunakan substansi lain guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman. Tanaman hiasa seperti anggrek, beberapa jenis tanaman sayur maupun buah juga banyak yang dilakukan secara hidroponik di kebun milik mereka. Selain itu, pertanian vertikultur di perkotaan semakin marak, dan hal ini sangat positif sekali dalam upaya penghijauan lahan di daerah kawasan tersebut. Pertanian secara vertikultur terbilang sangat menghemat lahan, media yang digunakan dapat berupa kaleng-keleng makanan/minuman bekas, botol-botol minuman bekas, paralon/PVC, dan yang lainnya.
6. Pola Sayur dan Buah
Penghijauan lahan dengan sistem atau pola sayur dan buah memang sudah hampir dilakukan di daerah-daerah di pedesaan, namun di sisi lain, di daerah perkotaan jumlahnya lebih sedikit sehingga perlu segera disadari secara bersama untuk terus-menerus berprinsip bahwa lahan di sekitar tempat tinggal Anda membutuhkan bentuk kasih sayang, yakni dengan cara dimanfaatkan sebaik mungkin. Cara pemanfaatan yang tepat adalah dengan cara berkebun, yakni menggunakan salah satu pola yang sudah terbukti ampuh yaitu dengan pola sayur dan buah. Maksud dari pola sayur dan buah adalah proses menanam berbagai jenis tanaman pada suatu lahan kebun tertentu, kemudian komposisi yang harus ada pada kebun tersebut adalah khusus tanaman dari jenis sayur-mayur dan buah yang usianya relatif pendek (hanya satu kali tanam) dan menjadi kebutuhan sehari-hari bukan untuk jenis tanaman sayur yang lama masa hidupnya. Sebagai contoh jenis tanaman pertanian yang memiliki masa hidup/usia relatif pendek seperti kangkung, sawi, wortel, anggur, strawberry, cabai, melon, tomat. Sementara itu, untuk jenis tanaman yang memiliki usia pertumbuhan yang panjang/lama masa hidupnya seperti nangka, sawo, mangga, keluweh, kelengkeng, dan lainnya.
Pola sayur dan buah memang menguntungkan, karena proses budidaya tanaman tersebut hanya sebatas untuk tumbuhan-tumbuhan sayur maupun buah yang usianya hanya satu kali tanam, selebihnya tanah diolah kembali untuk ditanami jenis yang lain dengan usia yang relatif pendek juga. Tentu dengan adanya pola sayur dan buah ini akan semakin diminati oleh kalangan penggemar pertanian holtikultura, karena dengan lahan yang sempit dapat ditanami berbagai ragam jenis tumbuhan yang lebih berdaya guna bagi kebutuhan sehari-hari, tanpa menunggu lamanya masa panen.
Demikian tadi ulasan tentang: "6 Pola Reboisasi Pengelolaan Lahan Perkebunan Kota dan di Desa". Semoga apa yang telah disampaikan di atas dapat bermanfaat untuk rekan pembaca semuanya. Salam budidaya pertanian, mari berkebun dan silakan luangkan waktu untuk menanami titik-titik daerah perkebunan dengan tanaman sayur mayur dan buah holtikultur, supaya lahan yang ada semakin lebih produktif dan berguna.
Adanya reboisasi lahan tentu akan menjadi hal yang sangat positif untuk membuat keberlangsungan keanekaragaman hayati terutama tumbuhan dapat hidup optimal di bumi, sehingga perananannya sebagai makhluk hidup autotrof mampu memberi sumbangsih kepada makhluk hidup lainnya. Reboisasi tidak hanya dilakukan di hutan-hutan yang gundul saja, akan tetapi dapat dilakukan di daerah-daerah yang memiliki lahan gersang, tandus, dan memiliki tekstur tanah kurang subur.
Hasil Lumayan, Budidaya Buah Pare Pahit di Halaman Rumah, Foto Original By: guruilmuan.blogspot.co.id |
Support (dukungan) untuk reboisasi pengelolaan lahan perkebunan di kota dan desa semestinya sudah harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dari tiap-tiap individu. Berikut ini ada 6 hal-hal yang semestinya harus dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dalam mendukung konsepsi pola reboisasi pengelolaan lahan perkebunan baik itu di kota maupun di desa.
1. Pola Reklamasi Lahan
Menurut pengertiannya secara tata bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata bahasa inggris, yakni "to reclaim", yang artinya memperbaiki sesuatu hal yang telah rusak. Secara spesifik dalam kamus bahasa Inggris - Indonesia, disebutkan bahwa arti kata reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea). Metode reklamasi merupakan cara atau upaya yang dilakukan oleh manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan. Reklamasi pengelolaan lahan (reboisasi) bertujuan untuk meningkatkan sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase ( UU nomor 27 tahun 2007).
Pada dasarnya reklamasi bertujuan untuk mengeringkan lahan yang telah berair kemudian dialihfungsikan menjadi lahan yang lebih produktif seperti dijadikan area perkebunan, lahan pertanian, dan yang lainnya. Reklamasi tidak hanya sebatas dilakukan pada daerah-daerah pantai, danau, aliran bekas waduk/sungai, sawah saja, akan tetapi bagi daerah-daerah di pedesaan terutama yang berdekatan dengan area persawahan maupun rawa-rawa, metode reklamasi ini sangat tepat, tak terkecuali untuk daerah di perkotaan.
Daerah perkotaan juga dapat dijadikan tempat atau tujuan reklamasi yang dilakukan tidak hanya kepada pemerintah saja, akan tetapi penghuni rumah (keluarga) dapat memanfaatkan lahannya untuk direklamasi. Sebagai contoh, apabila di sekitaran rumah terdapat suatu lahan yang jika pada musim hujan selalu tergenangi air dan pada akhirnya becek, maka dapat dilakukan proses reklamasi kawasan perumahan baik di tingkat RT maupun tingkat kecamatan. Metode reklamasi ini sebenarnya mudah, jadi setelah lahan yang basah dialihfungsikan menjadi lahan kering, maka selanjutnya lahan tersebut dapat diolah kembali menjadi sesuatu hal yang lebih berdaya guna, misalnya dibuat daerah-daerah perkebunan untuk perumahan, pertanian dan yang lainnya.
Biasanya metode reklamasi ini akan jauh lebih menguntungkan apabila di dalamnya ditanami beberapa jenis tanaman holtikultura yang lebih bermanfaat, baik itu tanaman sayur maupun tanaman buah. Diperkotaan, lahan-lahan sempit di samping halaman rumah dapat dibuat metode reklamasi, dengan cara menggunakan teknik bertanam menggunakan sistem bedengan ataupun sistem guludan, atau menggunakan sistem pertanian vertikultur dan hidroponik yang menggunakan bahan-bahan bekas seperti botol minuman bekas, paralon, pot polybag, dan yang lainnya. Dengan cara ini program reboisasi lahan dapat terwujud, sebab lahanlahan perkebunan yang telah terisi beragam jenis tanaman dapat memberi dampak kehijauan lahan.
2. Pola Satu Rumah Satu Kebun
Barangkali di daerah tempat Anda tinggal ada program "satu rumah satu kebun", tapi sepertinya belum ada ya?. Nah, program atau metode satu rumah satu kebun ini ternyata dapat diterapkan di lingkungan daerah Anda, atau di lingkungan keluarga Anda sendiri. Jadi masing-masing kapala keluarga wajib memiliki kebun yang disediakan di halaman rumahnya (khusus di perkotaan). Tiap kebun yang disiapkan lalu diolah dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman rumahan, yang jika sewaktu-waktu akan membuat menu masakan (kuliner) dapat langsung memetik hasil dari lahan pertanian yang dikembangkannya, sehingga akan lebih menghemat uang untuk membeli sayur dan buah yang biasanya diperjualkan dengan harga cukup mahal.
Jika pihak keluarga tersebut mempunyai anak-anak yang sudah dewasa dan berkeluarga, atau yang masih mengikuti jenjang pendidikan, maka pihak kepala keluarga yang umurnya lebih tinggi senantiasa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mereka tentang pentingnya berkebun di sekitar rumah. Kepala keluarga (ibu dan ayah) yang memahami konsep metode satu rumah satu kebun ini harus melakukan sosialisasi tidak hanya sebatas pada anggota keluarganya saja, akan tetapi orang lain dan tetangga, rekan kantor, rekan kerja, dan yang lainnya juga wajib disosialisasikan.
Apabila mereka sudah paham tentang konsep metode satu rumah satu kebun ini, maka langkah berikutnya adalah melakukan implementasi (praktek langsung) dan memberikan contoh konkrit kepada mereka. Seorang ayah/ibu yang sudah paham tentang metode ini dapat mengajak anak-anaknya untuk gemar berkebun, didiklah mereka dengan cara mengajaknya berkebun di sekitar halaman rumah, misalnya ajak mereka untuk menanam tanaman holtikultura yang penting dibutuhkan dalam kebutuhan sehari-hari seperti tanaman lobak, cabai, sawi, kangkung, tomat, genjer, seledri, tanaman strawberry yang ditanam di dalam pot, bayam, markisa, dan yang lainnya. Dengan melakukan program pembelajaran langsung ke lapangan, maka anak akan jauh lebih menguasai tatacara bertanam, dan tentu si anak akan mempunyai pengalaman baru yang bermakna, semakin mencintai lingkungan hidup, dapat memberi edukasi kepada anak untuk lebih hobi menanam, serta kegiatan positif seperti ini akan menyenangkan bagi si anak tersebut dan bahkan akan dilanjutkannya sampai ke masa yang akan datang.
3. Pola Monokotil - Dikotil
Permasalahan yang seringkali terlihat di daerah perkotaan dan di pedesaan adalah masalah tentang lingkungan hidup, yakni pemanfaatan lahan perkebunan yang kurang memperhatikan komposisi jenis tanaman yang seharusnya ditanam pada lahan perkebunan itu sendiri. Banyak masyarakat petani yang tidak menyadari akan hal ini, dimana kebanyakan mereka hanya menanami lahan perkebunan yang kosong dengan beberapa jenis tumbuhan dikotil tanpa diimbangi dengan penanaman jenis tanaman monokotil. Sebagai contoh di daerah perkebunan warga yang tinggal di daerah pedesaan, dalam skala rumahan, kebanyakan dari mereka hanya lebih mengutamakan pola penanaman jenis tumbuhan berpostur tinggi yang berkayu (dikotil) seperti mangga, jeruk nipis, anggur, rambutan, jati, petai, dan lainnya, tanpa adanya penanaman tumbuhan monokotil yang sebagian besar adalah tanaman sayur (bayam, tomat, cabai, gambas/oyong, jagung, kedelai, kacang tanah, seledri, gambas/oyong, pare belut, pare pahit, dan lainnya) maupun ditanami buah-buahan.
Hasil Otimal, Budidaya Gambas Di Kebun, Lahan Jadi Hijau - foto asli: guruilmuan.blogspot.co.id |
Langkah yang paling tepat dalam bercocok tanam dalam dunia pertanian adalah menyatupadukan jenis tanaman monokotil dan dikotil yang ditanam pada suatu lahan perkebunan. Jadi intinya, setiap menanam puluhan tumbuhan monokotil, maka disitu juga harus ada tumbuhan dikotil yang ditanam, sehingga lahan yang ada semakin hijau dan menghasilkan produktivitas pertanian yang tinggi dan bermutu.
4. Metode/Pola Tumpangsari
Metode tumpangsari memang terbilang cukup bagus diterapkan untuk pola penanaman tanaman di daerah-daerah perkebunan skala kecil, menengah, atau dalam skala besar. Baik di daerah perkotaan yang lahannya sempit dan dipedesaan, kebutuhan suatu lahan untuk ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura memang terbilang sangat penting, yakni memanfaatkan lahan dengan metode tumpang sari. Metode tumpangsari yaitu metode penanaman dua atau lebih tanaman secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang relatif singkat pada sebidang lahan/tanah yang sama. Tumpang sari ini biasanya dilakukan dengan menanami berbagai jenis tanaman holtikultura secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tujuan dari tumpangsari adalah untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya, sehingga banyak ragam tanaman yang mengisi komposisi lahan sesuai yang diharapkan.
Pengaturan sifat perakaran tanaman juga sangat penting untuk mengindarkan persaingan unsur hara, air. Jadi, sistem perakaran yang dalam dapat ditumpangsarikan dengan tanaman yang memiliki akar dangkal. Tanaman monokotil biasanya memiliki sistem perakaran dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku, sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki sistem perakaran tunggang. Dalam pengaturan penanaman tanaman secara tumpangsari dilihat dari sifat perakarannya, maka dapat diberikan contoh seperti tanaman jagung ditumpangsarikan dengan tanaman jeruk manis dalam satu baris lahan, karena jagung berakar serabut, sementara tanaman jeruk manis berakar tunggang, maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Metode bertanam dengan tumpang sari dapat juga dilakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainnya, misalnya antara jagung dan kacang-kacangan. Jagung menghendaki unsur Nitrogen (N) yang tinggi, sedangkan jagung tanaman kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhannya karena sedikit terlindungi oleh jagung. Kekurangan nitrogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena tumbuhan kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas di lingkungan. (Dasar-Dasar Agronomi Edisi Revisi, Oleh: Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc., Tahun 2008, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta).
Metode tumpang sari sudah lama diterapkan dalam dunia pertanian baik di Nasional maupun skala Internasional. Indonesia sejak era kepemimpinan bapak Soeharto, waktu itu sistem pertanian secara tumpangsari ini telah mendongkrak hasil panen rakyat Indonesia dalam jumlah besar-besaran, serta meningkatkan devisa negara. Selain itu, para pakar pertanian, telah sepakat bahwa tumpangsari adalah salah satu alternatif cara untuk melakukan reboisasi lahan, baik untuk skala pendek atau jangka panjang.
5. Pola/Metode Hemat Lahan
Metode hemat lahan merupakan metode yang dilakukan untuk melakukan reboisasi melalui cara-cara sederhana, menggunakan perangkat teknologi pertanian modern maupun teknologi buatan, serta menjamin upaya untuk menghemat lahan semaksimal mungkin untuk ditanami berbagai jenis macam tanaman tanpa merusak struktur lahan. Metode hemat lahan ini dapat ditempuh melalui berbagai macam cara seperti dengan teknik vertikultur, teknik hidroponik, pertanian monokultur, dan yang lainnya. Metode hemat lahan paling cocok diterapkan di daerah-daerah kawasan perkotaan, sebab di daerah tersebut memiliki lahan yang cukup sempit. Di Jakarta dan Jepang, serta negara maju lahan pertanian bahkan semakin berkurang akibat adanya pengalihfungsian lahan menjadi gedung-gedung pencakar langit maupun daerah pemukiman dan jalan raya, sehingga banyak masyarakat disana yang mencoba melakukan teknik berkebun dengan sistem hemat lahan, baik itu secara vertikultur maupun secara hidroponik dan yang lainnya.
Pertanian hidroponik di daerah perkotaan, biasanya menanam jenis tanaman tertentu tanpa menggunakan tanah, artinya mereka menggunakan substansi lain guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman. Tanaman hiasa seperti anggrek, beberapa jenis tanaman sayur maupun buah juga banyak yang dilakukan secara hidroponik di kebun milik mereka. Selain itu, pertanian vertikultur di perkotaan semakin marak, dan hal ini sangat positif sekali dalam upaya penghijauan lahan di daerah kawasan tersebut. Pertanian secara vertikultur terbilang sangat menghemat lahan, media yang digunakan dapat berupa kaleng-keleng makanan/minuman bekas, botol-botol minuman bekas, paralon/PVC, dan yang lainnya.
6. Pola Sayur dan Buah
Penghijauan lahan dengan sistem atau pola sayur dan buah memang sudah hampir dilakukan di daerah-daerah di pedesaan, namun di sisi lain, di daerah perkotaan jumlahnya lebih sedikit sehingga perlu segera disadari secara bersama untuk terus-menerus berprinsip bahwa lahan di sekitar tempat tinggal Anda membutuhkan bentuk kasih sayang, yakni dengan cara dimanfaatkan sebaik mungkin. Cara pemanfaatan yang tepat adalah dengan cara berkebun, yakni menggunakan salah satu pola yang sudah terbukti ampuh yaitu dengan pola sayur dan buah. Maksud dari pola sayur dan buah adalah proses menanam berbagai jenis tanaman pada suatu lahan kebun tertentu, kemudian komposisi yang harus ada pada kebun tersebut adalah khusus tanaman dari jenis sayur-mayur dan buah yang usianya relatif pendek (hanya satu kali tanam) dan menjadi kebutuhan sehari-hari bukan untuk jenis tanaman sayur yang lama masa hidupnya. Sebagai contoh jenis tanaman pertanian yang memiliki masa hidup/usia relatif pendek seperti kangkung, sawi, wortel, anggur, strawberry, cabai, melon, tomat. Sementara itu, untuk jenis tanaman yang memiliki usia pertumbuhan yang panjang/lama masa hidupnya seperti nangka, sawo, mangga, keluweh, kelengkeng, dan lainnya.
Pola sayur dan buah memang menguntungkan, karena proses budidaya tanaman tersebut hanya sebatas untuk tumbuhan-tumbuhan sayur maupun buah yang usianya hanya satu kali tanam, selebihnya tanah diolah kembali untuk ditanami jenis yang lain dengan usia yang relatif pendek juga. Tentu dengan adanya pola sayur dan buah ini akan semakin diminati oleh kalangan penggemar pertanian holtikultura, karena dengan lahan yang sempit dapat ditanami berbagai ragam jenis tumbuhan yang lebih berdaya guna bagi kebutuhan sehari-hari, tanpa menunggu lamanya masa panen.
Demikian tadi ulasan tentang: "6 Pola Reboisasi Pengelolaan Lahan Perkebunan Kota dan di Desa". Semoga apa yang telah disampaikan di atas dapat bermanfaat untuk rekan pembaca semuanya. Salam budidaya pertanian, mari berkebun dan silakan luangkan waktu untuk menanami titik-titik daerah perkebunan dengan tanaman sayur mayur dan buah holtikultur, supaya lahan yang ada semakin lebih produktif dan berguna.
6 POLA REBOISASI Lahan Perkebunan Kota dan di Desa
4/
5
Oleh
Wahid Priyono