Revolusi Hijau: Dampak Positif dan Negatif dalam Bidang Pertanian di Indonesia

Gerakan revolusi hijau telah dijalankan oleh negara berkembang, termasuk di Indonesia itu sendiri. Revolusi hijau di Indonesia telah dimulai sejak rezim orde baru berkuasa.

Revolusi hijau yang pernah diterapkan di Indonesia tidak serta merta mampu menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara swasembada pangan secara tetap, namun hanya mampu bertahan hingga lima tahun, yakni kisaran tahun 1984 hingga 1989.

Tanaman Kacang Tunggak
Tanaman Kacang Tunggak Dibudidaya Secara Organik. Photo Original oleh: Wahid Priyono (Guruilmuan Indonesia).

Revolusi hijau juga telah mengakibatkan kesenjangan sosial-ekonomi di wilayah pedesaan, sebab hanya menguntungkan petani yang mempunyai luas lahan tanam setengah hektar lebih, petani yang kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat desa. Itulah akibat dari penguasaan negara yang timpang, pemilik tanah yang timpang, akibat gagalnya dari pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilakukan pada tahun 1960 hingga 1965.

Revolusi hijau memiliki konsep dasar (4 pilar) yakni:

  1. penyediaan air melalui sistem irigasi;
  2. pemakaian pupuk kimiawi secara optimal;
  3. penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu;
  4. penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Seiring berjalannya waktu, dari keempat pilar revolusi hijau di atas telah mendapat kritik dan sorotan dari berbagai kalangan, sebab telah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan hidup tanpa harus merusak lingkungan. Oleh para pendukungnya, kerusakan lingkungan bukan karena revolusi hijaunya, akan tetapi lebih kepada akses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan.

Adapun dampak positif dari revolusi hijau diantaranya adalah produksi gandum dan padi meningkat sehingga pemenuhan kebutuhan pangan (makanan pokok berkarbohidrat) meningkat tajam. Sebagai contohnya adalah, negara Indonesia dari pengimpor beras, menjadi mampu swasembada pangan, dan bahkan sebaliknya bisa mengekspor beras ke negara India.

Sementara itu permasalahan dan dampak negatif dari revolusi hijau, diantaranya yakni:
  • Penurunan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem tertentu;
  • Penggunaan pupuk dan pestisida berbahaya dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, baik itu pencemaran air, pencemaran tanah, maupun pencemaran udara;
  • Pemakaian pupuk secara terus-menerus dapat berimbas pada tanaman untuk ketergantungan terhadap pupuk;
  • Didapatkan jenis sayur mayur dan buah anorganik, yang sebagian besarnya dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan manusia dan hewan yang mengonsumsinya;
  • Penggunaan bahan pestisida pada tanaman bisa menyebabkan munculnya strain hama yang resisten terhadap obat pertanian tertentu;
  • Penurunan produksi protein; dikarenakan pengembangan tanaman serealia sebagai sumber makanan berkarbohidrat yang tidak diimbangi dengan pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan dialihfungsikan menjadi lahan persawahan.
Itulah tadi penjelasan mengenai pengertian/definisi revolusi hijau, serta dampak positif dan negatif dalam pengembangan bidang pangan pertanian secara nasional. Semoga informasi di atas bermanfaat untuk anda. Jangan lupa juga baca dan klik: Keuntungan dan Kekurangan Pertanian Organik.
 

Artikel Terbaru

Revolusi Hijau: Dampak Positif dan Negatif dalam Bidang Pertanian di Indonesia
4/ 5
Oleh

Hallo Sobat Petani

Suka dengan Artikel di Atas? Silakan Berkomentar